Beranda 200 Hari Kerja Syakur Amin–Putri Karlina: Antara Ekspektasi dan Realitas di Garut

200 Hari Kerja Syakur Amin–Putri Karlina: Antara Ekspektasi dan Realitas di Garut

3 minggu yang lalu - waktu baca 4 menit
Grafik perbandingan indikator sosial-ekonomi antara Garut dan Jawa Barat berdasarkan data BPS 2024. Grafik ini memperlihatkan posisi Garut yang masih tertinggal dalam aspek kemiskinan, pengangguran, dan partisipasi pendidikan SMA/SMK. (Kawaldata.com)

Kawaldata.com — Evaluasi publik terhadap kinerja Bupati Garut, Dr. Ir. H. Abdusy Syakur Amin, M.Eng., IPO., dan Wakil Bupati, Drg. Hj. Luthfanisa Putri Karlina, M.BA., selama 200 hari kerja terakhir memperlihatkan gambaran yang berlapis. 

Analisis dilakukan Kawaldata.com dengan pendekatan kualitatif berbasis observasi lapangan, laporan masyarakat, serta rilis media, kemudian diperkaya dengan data kuantitatif sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber resmi lain.

Dari sisi kuantitatif, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Garut pada triwulan II 2025 berada di kisaran 4,8 persen, sedikit di bawah rata-rata Jawa Barat (5,2 persen). Angka kemiskinan tercatat 9,3 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi yang berada di level 8,1 persen. 

Pada aspek kesehatan, cakupan imunisasi dasar lengkap meningkat 3,5 persen dari tahun sebelumnya, sementara angka kasus gizi buruk masih ditemukan di 24 kecamatan.

Namun, data angka-angka ini belum sepenuhnya menggambarkan dinamika yang dirasakan masyarakat. Di sinilah analisis kualitatif berperan. Laporan lapangan wartawan dan masyarakat mencatat berbagai temuan. 

Misalnya, kasus seorang ibu yang harus tinggal di kandang ayam karena keterbatasan hunian layak, antrean panjang pasien di rumah sakit pemerintah, hingga keluhan lambannya distribusi bantuan sosial di beberapa kecamatan.

Tim riset kawaldata.com menyebut, metode kualitatif memberi potret manusiawi, bukan sekadar angka. "Dari laporan lapangan, terlihat bahwa masalah layanan dasar masih jadi sorotan besar masyarakat Garut,” ujar mereka.

Kawaldata.com merilis laporan pengukuran kepuasan publik terhadap kepemimpinan Bupati Garut, Dr. Ir. H. Abdusy Syakur Amin, M.Eng., IPO., bersama Wakil Bupati, drg. Hj. Luthfanisa Putri Karlina, M.BA. 

Kajian dilakukan selama 200 hari kerja terakhir dengan menggunakan pendekatan kualitatif berbasis observasi lapangan, laporan masyarakat, dan telaah pemberitaan media. 

Untuk memperkuat analisis, digunakan pula data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai rujukan kuantitatif.

Gambaran Faktual Berdasarkan Data BPS

Kemiskinan

Berdasarkan data BPS 2024, tingkat kemiskinan di Kabupaten Garut berada di angka 10,89%, lebih tinggi dibanding rata-rata Jawa Barat yang berada di angka 8,05%. Kondisi ini menunjukkan3 bahwa meski terdapat program pengentasan kemiskinan, hasilnya belum signifikan menekan angka kemiskinan di Garut.

Pengangguran

Angka pengangguran terbuka Garut mencapai 7,15%, masih di atas rata-rata provinsi (6,62%). Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan lapangan kerja formal, sehingga sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup pada sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu.

Pendidikan

Partisipasi sekolah di tingkat SMA/SMK di Garut mencapai 78%, sementara angka rata-rata Jawa Barat lebih tinggi di 84%. Hal ini mengindikasikan masih adanya hambatan akses pendidikan, baik karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri maupun faktor ekonomi keluarga.

Kesehatan

Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Garut masih berada di bawah rata-rata provinsi. Pelayanan kesehatan yang masih belum sepenuhnya memuaskan, serta keterbatasan fasilitas kesehatan di wilayah selatan menjadi sorotan serius masyarakat.

Infrastruktur Dasar

Data BPS mencatat sekitar 32% rumah tangga di pedesaan Garut belum memiliki akses air minum layak. Selain itu, keluhan masyarakat terkait jalan rusak masih mendominasi laporan Musrenbang di tingkat kecamatan dan desa.

 

Problem Utama Berdasarkan Laporan Masyarakat dan Media

- Kasus rumah tidak layak huni masih banyak ditemukan, bahkan ada keluarga yang terpaksa tinggal di kandang ayam.

- Keterbatasan layanan kesehatan kerap menjadi sorotan, baik dari sisi ketersediaan tenaga medis maupun fasilitas.

- Ketimpangan wilayah terasa kuat, khususnya antara Garut utara–tengah dengan Garut selatan yang infrastrukturnya tertinggal.

- Masalah lingkungan seperti banjir bandang dan longsor menunjukkan lemahnya tata ruang serta pengelolaan daerah aliran sungai.

Analisis Kualitatif

Kajian Kawaldata.com menyimpulkan bahwa kepuasan publik terhadap kepemimpinan Syakur–Putri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah menjawab problem-problem krusial tersebut. 

Program “Garut Hebat” dinilai publik masih lebih banyak hadir dalam narasi dan jargon politik dibandingkan dalam perubahan nyata di lapangan.

Masyarakat menilai bahwa capaian birokrasi digital, investasi, dan program-program tematik memang ada, tetapi belum menyentuh akar persoalan yang dirasakan langsung: kemiskinan, akses layanan dasar, serta pemerataan pembangunan.

Dengan melihat data resmi BPS dan laporan kualitatif di lapangan, Kawaldata.com menilai bahwa kepuasan publik terhadap Bupati dan Wakil Bupati Garut masih berada pada level sedang cenderung rendah. 

Ekspektasi masyarakat tinggi, tetapi realisasi kebijakan masih tertahan oleh problem struktural yang memerlukan terobosan lebih konkret.

Garut membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya kuat di tataran slogan, tetapi juga responsif dan konsisten dalam menyelesaikan persoalan mendasar yang bersifat urgen dan krusial.

Sorotan publik terhadap Wakil Bupati Putri Karlina misalnya, banyak berkaitan dengan kehadiran dan peran strategis dalam agenda pemerintahan. Sementara Bupati Syakur lebih sering dikaitkan dengan isu teknokratis dan penataan tata ruang, meski tetap dikritik terkait lambannya penanganan banjir musiman.

Dengan pendekatan ganda kuantitatif–kualitatif ini, terlihat bahwa apresiasi dan kritik publik berjalan beriringan. Ada capaian yang diakui, terutama pada infrastruktur dan kesehatan, tetapi juga ada masalah mendasar yang terus menjadi keluhan, dari perumahan layak hingga sampah kota.

Kesimpulannya, 200 hari kerja Syakur–Putri bukan tanpa hasil, tetapi juga belum lepas dari persoalan klasik yang menuntut terobosan. 

Publik Garut tampak menunggu, apakah duet ini mampu menjawab dengan solusi konkret atau tetap terjebak dalam pola lama yang menimbulkan ketidakpuasan berulang. (*)

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.